18 Juni 2015

Dua Sisi dalam Social Media

Kita tahu bahwa sekarang kita berada di zaman yang serba modern dan canggih. Sangat disayangkan apabila kita tidak bisa memanfaatkan kecanggihan ini. Seperti dalam perkuliahan teknologi komunikasi yang saya ikuti ini. Bapak Ali Rokhman, selaku dosen pengampu mata kuliah teknologi komunikasi memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam metode pembelajarannya. Beliau menggunakan edmodo dan facebook untuk berbagi informasi kepada mahasiswanya. Jujur saja, saya baru pertama kali mengenal situs edmodo. Edmodo ini layaknya perkuliahan virtual, karena kita berada dalam grup yang isinya hanya antara kami (mahasiswa) dan dosen. Dalam edmodo, kita bisa mengunduh materi perkuliahan, dan kecanggihan edmodo dapat dilihat ketika kita bisa mengerjakan soal quiz yang dibuat oleh dosen, tapi quiz tersebut memiliki batas waktu, jadi ketika kita mengetik essay, ada waktu mundur yang menghitung seberapa lama kita mengerjakan quiz tersebut. Canggih kan? Apalagi kita harus mengurangi penggunaan kertas, bukan? Jadi, penggunaan edmodo ini juga salah satu bentuk untuk meminimalisir dalam menggunakan kertas.

Penggunaan social media dalam metode pembelajaran ini juga mengajarkan kita bahwa social media bukan hanya sekedar untuk memenuhi lifestyle saja, tapi didalamnya juga memiliki sifat edukatif yang bermanfaat apabila kita menggunakannya dengan bijak. Seperti facebook, pada awalnya saya menggunakan facebook hanya untuk berinteraksi dengan teman-teman lama saya, namun ternyata setelah saya mengikuti mata kuliah ini, saya kemudian berpikir bahwa facebookpun dapat dimanfaatkan untuk metode pembelajaran (berbagi informasi tentang perkuliahan melalui group facebook). 

Dampak positif dan negatif dari social media sebenarnya tergantung pada kita sebagai penggunanya. Kita harus menjadi pengguna yang pintar, dan kita tidak boleh menganggap bahwa social media hanya sebagai lifestyle, atau agar dibilang "gaul", kita harus membuat social media bukan hanya sebagai hiburan gaya hidup saja, tapi juga menciptakan unsur edukatif, dan informatif didalamnya.

Use technology in smart ways ;)

7 April 2015

Children in New Media Era


Weekend kemarin, saya sekeluarga menyempatkan untuk makan malam bersama di salah satu rumah makan. Jadi, kita sekeluarga itu berbeda-beda kota alias misah-misah. Mama saya di Cirebon, papa saya bekerja di Bandung, kakak saya kuliah di Unpad Jatinangor, dan saya sendiri menuntut ilmu di Unsoed Purwokerto. Momen kumpul bareng itu emang yang paling ditunggu, saya dan kakak kadang janjian mengatur jadwal untuk pulang ke Cirebon agar bisa berkumpul bersama. Balik lagi ke tempat makan ya, jadi pas itu saya sekeluarga makan malem bareng, dan tepat di sebelah meja kita, ada dua anak sekitar 8 tahunan, dan orang tuanya yang juga lagi makan malem. Tapi pas saya perhatikan, ternyata mereka sekeluarga itu malah asyik dengan gadgetnya masing-masing, mereka saling diam dan mata mereka terpaku pada layar handphonenya. Perbedaan yang cukup mencolok, karena saya sekeluarga daritadi berbincang-bincang dari hal yang penting sampe yang ngga penting, dan ketawa-ketawa sembari menunggu pesanan datang. Intinya, kita menghargai kebersamaan. Momen bareng kayak gini soalnya jarang banget kita rasain. Kalo masalah gadget, ya bisalah ngecek sekali atau dua kali, ngga perlu sampe terus-terusan liat gadget terus. Hargain orang yang lagi bareng sama kita. Gitu..

Pas banget nih sama topik yang kali ini dibahas di mata kuliah teknologi komunikasi, kemarin itu ngebahas tentang children and new media. Jadi bisa diliat realitasnya sekarang, kalo anak-anak zaman sekarang udah pegang gadget, asyik sama game online, udah ngerasa punya dunianya sendiri kalo udah pegang gadget. Padahal media baru itu bukan buat main-main, tapi harus dipake dengan bijak biar bisa didapetin manfaatnya. Orang tua berperan paling penting, menurut saya orang tua bukan melarang anak menggunakan gadget, TAPI dibatasi penggunaannya, dan selalu dikontrol ketika anak main gadget. Contohnya, adik sepupu saya (kelas 5 SD), dia emang udah kenal gadget, bahkan dia punya blog sendiri loh, tapi dia ngga terus-terusan main gadget, orang tuanya membatasi, ia hanya dibolehkan main gadget setiap weekend, dan boleh mengakses internet kalo udah belajar, atau ngaji. Menurut saya, cara seperti itu memang paling bener sih, bukannya ngelarang tapi diajarkan biar penggunaan internet ngga menyimpang.

Kenapa sih children and new media itu perlu buat dibahas?

Percaya atau ngga, internet itu udah jadi ajang permainan baru yang mengasyikkan dan kadang bikin menghanyutkan anak karena kadang anak-anak jadi kecanduan pada internet. Penting buat orang tua buat ngejaga anak-anaknya dari pengaruh buruk internettapi juga bukan berarti mereka dilarang sama sekali untuk mengetahui dan menggunakanya. New media berpengaruh pada semua kalangan termasuk anak-anak. Dikutip dari kompas.com, bahwa pengguna internet di Indonesia sebagian besar berusia muda. Hasil penelitian Yahoo dan Taylor Nelson Sofres (TNS) Indonesia menunjukkan pengakses terbesar di Indonesia adalah mereka yang berusia antara 15-19 tahun.

Perlu diakui bahwa kita sekarang ada di era digitalize, dimana kita bisa tahu informasi lewat benda digital. Seperti yang dikatakan oleh Seymour Papert (1993), ia berpendapat bahwa komputer menjadi bentuk baru dalam pembelajaran, yang melewati batasan-batasan metode sebelumnya seperti percetakan dan televisi. Anak-anak terkesan sebagai orang yang paling bertanggungjawab pada pendekatan-pendekatan baru ini: komputer terkadang membebaskan kreatifitas natural dan hasrat untuk belajar, yang buntu karena metode-metode kuno. Kalo zaman dulu, kita harus pergi ke perpustakaan buat nyari bahan tugas, tapi sekarang cukup ketik-ketik lewat mbah google, muncul deh semua yang kita butuhin, atau sekarang kita bisa baca buku elektronik, atau disebut e-book, jadi kita ngga perlu punya bentuk fisik buku tersebut, cukup baca-baca lewat layar handphone saja. Tapi emang sih, bikin kita jadi males. Menurut saya, ngga akan ada yang bisa menggantikan menyenangkannya membaca buku dibanding memandang ebook. Ada perasaan senang, ketika kita mempunyai sebuah buku yang berupa fisik, bukan hanya visualnya saja. Rasa ketika membolak-balikkan halaman demi halaman itu akan berbeda ketika kita hanya menekan-nekan tombol keyboard di komputer, atau gadget.

Emang sih selalu ada dampak baik dan buruk kalau mau belajar sesuatu. Jon Katz (1996) berpendapat bahwa internet itu diibaratkan sebagai makna kebebasan anak-anak: internet menyediakan anak-anak kesempatan untuk lepas dari kontrol orang dewasa, dan untuk membentuk budaya dan komunitas mereka sendiri. Misalnya, anak-anak kadang ngerasa lebih asyik kalau udah main game, ia merasakan kalau game tersebut adalah dunianya, dan anggota-anggota yang bermain game tersebut sebagai komunitasnya. Main game juga sangat menarik karena dapat memicu motorik anak, misalnya dalam menganalisis sifat aturan, mencari kesempatan, membentuk sebuah strategi, dan waktu bermain. Game sebenarnya punya dampak positif dan negatif. Dampak positif ditunjukkan dengan tanggapnya anak dalam mengambil keputusadan mengatur strategi yang harus dilakukan, sedangkan dampak negativenya yaitu kurangnya bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar, dan waktu yang digunakan hanya untuk bermain game saja. Ketika dalam games, akan ada tanda-tanda (semiotika), yang sifatnya tidak hanya konotatif dan denotative. Biasanya tanda-tanda itu cuma bisa dimengerti oleh sesame gamers. Karena  menurut mereka, bermain game itu bukan hanya sekedar permainan, namun didalamnya permainan tersebut memiliki ideology yang memliki makna lebih dari sekedar kata-kata.

Transmedia Intertextual, itu apa sih?

Masih ada kaitannya sama children and new media. Ketika games menjadi budayanya sendiri yang dibuat oleh anak-anak. Lalu muncullah oknum-oknum para kapitalis yang punya modal yang kemudian memanfaatkan budaya tersebut, dengan menawarkan bukan hanya gamenya saja, tapi alat-alat yang biasa digunakan anak-anak seperti alat sekolah, baju, dan lain yang memiliki karakter film atau games yang biasa anak-anak sukai. Itulah transmedia intertextual. Seakan dunia virtual menjadi dunia real, ketika anak-anak tidak hanya melihat film atau memainkan gamenya saja, tapi anak-anak bisa memiliki semacam boneka, alat sekolah dan lain-lain yang bergambar karakter tersebut. Contohnya adalah saya sendiri hehehe. Saya sangat suka dengan serial sesame street yang ditayangkan di televisi, dan saya jadi kegirangan sendiri ketika melihat ada tas elmo, dompet elmo, boneka elmo, lalu kemudian saya membeli barang-barang serba elmo tersebut. Secara tidak sadar, saya telah diperalat oleh oknum-oknum kapitalis. Berdasarkan pengalaman pribadi, ada perasaan puas dan senang ketika saya bisa memiliki barang serba elmo tersebut, karena kita punya bentuk fisiknya, ngga cuma virtualnya saja.

Jadi kesimpulan dari beberapa paragraph ini adalah media baru memiliki dampak negatif dan positif bagi anak. Tapi kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik, pasti kita akan dapat dampak yang positif. Nixon (1998) menjelaskan bahwa komputer mewakili jendela ke dunia baru, cara mengembangkan intuisi anak-anak yaitu rasa heran dan haus akan pengetahuan. Dengan berkembangnya teknologi semua fasilitas pun bisa didapatkan sebagai contoh game dizaman yang modern ini anak-anak sekarang lebih memilih bermain didepan layar computer dari pada bersosialisasi diluar dengan teman sebaya mereka. Game bisa membuat perilaku jadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang dilihat dalam game tersebut. Memang sudah seharusnya anak-anak diajarkan lebih dahulu mengenai media, agar ia tidak salah langkah, karena kebanyakan anak tidak tahu harus berbuat apa saat menggunakan media baru. Dengan adanya teknologi baru memungkinkan anak-anak untuk menciptakan dunianya sendiri. Sehingga mau tidak mau, pemanfaatannya harus bisa optimal, dampak positif dan negative itu bergantung dari kita sebagai pengguna. Diharapkan agar kita bukan hanya menyediakan teknologi, tapi harus cakap dan bijak, agar tidak menjadi korban dari dampak kecanggihan teknologi.

Be a smart internet user! Your time with your family and friends are priceless J

1 April 2015

Perspektif dalam internet


Teknologi sekarang memang semakin canggih, seperti yang saya katakan pada postingan sebelumnya, kita berada di zaman yang mungkin bisa disebut dunia dalam genggaman. Setiap apa yang kita lakukan memang ternyata memiliki perspektifnya sendiri, setelah saya mengikuti perkuliahan Teknologi Komunikasi, saya akhirnya memiliki pemahaman baru mengenai apa saja perspektif dalam penggunaan internet. Postingan kali ini, saya akan membahas mengenai dua perspektif, yaitu perspektif optimis, dan perspektif pesimis, dan implikasi internet terhadap partisipasi masyarakat dalam politik. Apalagi ditambah informasi yang kian berlimpah, yang membuat masyarakat semakin mudah untuk mengetahui perkembangan politik saat ini. Tapi kita juga harus menjadi masyarakat yang cerdik, dan kritis, sehingga kita tidak hanya mengkonsumsinya saja, dan membiarkan media membentuk persepsi kita, padahal kita belum tahu berita itu benar atau salah. Karena jika kita bertindak ceroboh dalam mengakses internet, kita bisa saja terkena dampak negatifnya, kita malahan terbuai atas pemberitaan atau konten yang dipublish di internet. Saya berharap tulisan ini dapat membawa manfaat dan menggiring kita agar menjadi user yang kritis, dan bijak.

Walaupun kelihatannya internet sangat mudah untuk diakses oleh semua kalangannya, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat mengakses, begitu juga dengan keuntungan yang didapat, setiap orang memiliki porsi yang berbeda. Itulah yang dinamakan perspektif pesimis. Menurut Neu, et.al (1999) masyarakat minoritas seperti orang Afrika-Amerika dan Hispanik non-putih sangat sedikit kemungkinannya untuk memiliki computer di rumahnya dan kurang memiliki akses terhadap jaringan dibandingkan masyarakat kulit putih dan masyarakat Asia. Sama halnya seperti di Indonesia, masih ada wilayah yang belum dapat mengakses internet, selain jaringan yang memang belum sampai ke wilayah itu, dan juga masyarakatnya belum sadar akan pentingnya hal itu. Computerpun mungkin hanya segelintir orang yang punya, masyarakat pedalaman lebih mementingkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dibanding mengikuti perkembangan informasi. Masyarakat tersebut jelas kehilangan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan melalui internet. Selain itu, faktor yang membuat akses internet tidak merata yaitu orang-orang yang berpendidikan dan berpendapatan rendah, serta usia yang lebih tinggi memiliki pengalaman yang minim dalam dunia online. Dalam studi ini juga ada dikatakan bahwa perempuan lebih banyak mengakses internet dibanding laki-laki. Tapi sekarang kebalikannya, lebih banyak laki-laki dibanding perempuan sebagai pengguna internet. Jadi, faktor gender juga dapat mempengaruhi akses internet yang tidak merata.

Sementara itu, perspektif optimis yaitu akses internet yang merata, semua orang dapat mengakses internet, walaupun seorang penyandang cacat. Pada tahun 1990, pemerintah mencari cara untuk memberikan pelayanan universal dan termasuk penyandang cacat. Berbeda dengan perspektif sebelumnya, dalam perspektif ini, pemerintah sangat gencar untuk meratakan agar internet atau teknologi dapat diakses oleh penyandang cacat sekalipun. Seperti yang dikatakan Borchert (1998), bagian 255 dari Undang-Undang Telekomunikasi mensyaratkan layanan telekomunikasi dan membuat peralatan yang dikhususkan untuk penyandang cacat.

Pertanyaannya adalah, apakah dengan adanya kedua perspektif ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang politik?

Rheingold (1993) percaya bahwa masyarakat akan semakin terlibat di proses demokrasi. Masyarakat juga menggunakan internet sebagai sarana untuk menggali informasi seputar politik. Menurut saya, dengan adanya internet justru akan mengurangi intensitas komunikasi interpersonal, bahkan sikap antisocial dalam masyarakat. Sehingga banyak orang menganggap bahwa dunia maya bisa mengurangi arti dari masyarakat dunia nyata. Karena teknologi semakin canggih, kita dapat menggunakan teknologi untuk media berkomunikasi jarak jauh tanpa bertatap muka. Van Dijk (1998) menjelaskan sebuah interaksi tatap muka dalam masyarakat atau disebut masyarakat organic yang dibentuk oleh kelompok yang relative homogen karena masing-masing individu memiliki perbedaan kepentingan, namun sebaliknya, masyarakat dalam dunia maya biasanya heterogen karena satu kepentingan yang dapat menghubungkan mereka. Namun tetap saja yang lebih baik adalah komunikasi yang saling bertatap muka, karena kita sudah mengenal lebih dalam anggota kelompok kita, bukan hanya sekedar dalam dunia maya saja. Manusia zaman sekarang lebih individualis, lebih mementingkan kepentingan pribadinya.


Jika dilihat dari perspektif optimisnya, ya.. memang masyarakat kini sudah mau, setidaknya mencari tahu informasi politik yang ada di Indonesia. Apalagi ditambah dengan adanya teknologi dan internet yang semakin canggih. Memang benar, dengan adanya internet aktivitas masyarakat dalam mencari berita politik di media online meningkat ditambah pengetahuan masyarakat tentang politik juga lebih baik. Namun, semua itu tidak menjamin masyarakat akan terlibat dan partisipasi politiknya meningkat. Selain mudah, informasi tersebut juga diperoleh secara cepat dan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Namun, informasi yang ada juga perlu kita saring, yang mana yang pantas untuk kita iyakan, jangan mudah terpengaruh oleh media. Apalagi zaman sekarang, perusahaan media sudah diambil alih oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, jadi bisa saja yang diberitakan itu hanya untuk membuat citra baik salah satu pihak. Sedangkan jika dilihat dari perspektif pesimisnya, masih saja ada orang yang tidak mengerti isi konten berita tersebut, jadi hanya membaca saja, tanpa ikut berpartisipasi didalamnya. Kemudian juga ditambah dengan banyaknya informasi-informasi yang membuat masyarakat bingung, mana berita yang valid, sehingga dari situlah kadang partisipasi masyarakat menurun.

Kesimpulan dari tulisan ini bahwa tiap unsur lagi-lagi pasti memiliki efek positif dan negative, tergantung kita sebagai pengguna untuk menyikapinya. Yang saya ingat dari Pak Adi, dosen saya berkata bahwa internet adalah eksperimen manusia yang menimbulkan manfaat dan malapetaka. Mengapa disebut malapetaka? Karena nanti ada kalanya kita merasa terisolasi dan tidak mengenal lingkungan sosial karena pengaruh internet. Internet adalah eksperimen yg gagal, karena banyak efek negativenya, manusia jadi mudah menyepelekan suatu masalah. Marilah kita cerdas memanfaatkannya agar tidak mendapat petaka tersebut, agar kita tidak jatuh pada internet itu.

Don't let internet controls you!

Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and
Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 4 : Perspective on Internet Use: Access, Involvement an Interaction



24 Maret 2015

Let's Create With a New Media

Jadi sekarang ini kita berada di era yang semuanya bisa kita ketahui dalam satu kali “klik”. Ya, teknologi sekarang kian berkembang dan semakin canggih. Jadi, kita juga dituntut untuk mengerti dan bisa untuk mengakses teknologi-teknologi itu. Karena sekarang kita sudah memasuki Global Village, yaitu ketika kita akan dikendalikan oleh teknologi itu sendiri, dan ketika kita tidak dapat mengenal teknologi, maka kita akan dikucilkan. Bisa kita lihat sendiri, hampir setiap orang mengakses teknologi, pun mengakses internet, ditambah semakin beragamnya social media seperti path, instagram, twitter, facebook, snapchat, ask.fm yang membuat kita semakin betah sama handphone, bahkan hal pertama yang orang lakukan ketika bangun tidur adalah mengecek handphone, lalu kita akan merasa kebingungan jika kuota internet di handphone habis, dan zaman sekarang café itu semakin dicari apabila di café tersebut menyediakan wifi berkecepatan tinggi dan colokan, yaa…seakan-akan hidup ini tidak akan bisa jika tanpa teknologi dan internet. Kecanggihan ini terjadi karena sekarang banyak bermunculan media-media baru, ditambah anak-anak muda zaman sekarang yang tidak mau ketinggalan zaman, sehingga selalu update masalah-masalah teknologi.

Dalam tulisan ini, saya akan mengulas ulang chapter “Creating Community with Media : History, Theories and Scientific Investigations” dari buku Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ITC’s. Jadi, chapter ini menceritakan hubungan antara penggunaan media baru dan masyarakat. Dari mulanya kita hanya dapat berkomunikasi dengan bertatap muka, tapi dengan adanya media baru ini, sangat mungkin untuk berkomunikasi melalui dunia maya tanpa harus bertatap muka. Dengan adanya media baru ini mempermudah kita dalam segala hal, sehingga cukup jelas bahwa media sangat berpengaruh untuk kehidupan sosial kita. Tapi kadang, kebanyakan dari kita belum menggunakan media ini dengan bijak, masih saja ada orang yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan teknologi untuk kejahatan, sehingga masih saja sering terdengar adanya cyber crime. Sehingga kita perlu memilah konten mana yang positif, dan mana konten yang negative yang tidak perlu kita konsumsi. Sehingga nilai-nilai positif dalam penggunaan media baru dapat kita rasakan manfaatnya.

Segala sesuatu itu tidak selamanya memiliki dampak positif, pasti dilain sisi juga memiliki dampak yang negative. Hal positif yang dapat kita ambil dari penggunaan media baru menurut Barlow et al. (1995), dengan adanya teknologi dan media baru, pelaku penjahatan bisa menghapus ketidaksetaraan dan kejahatan dalam masyarakat. Saya sempat mengunduh aplikasi android device manager, yaitu suatu aplikasi untuk melacak handphone kita yang hilang. Jadi dengan menggunakan GPS,  kita akan mendapatkan lokasi dimana handphone kita berada. Walaupun sejujurnya saya masih kurang paham bagaimana cara penggunaannya, tapi saya cukup tercengang dengan teknologi yang kian canggih. Kemudian hal positif yang lain adalah aktif dalam perdagangan. Seperti yang kita lihat sekarang ini, semakin menjamurnya aktivitas jual beli dalam dunia maya atau yang sering kita sebut online shop. Saya termasuk orang yang doyan belanja lewat online shop, karena biasanya barang-barang online shop sangat beragam, lebih update, dan harganya lebih murah dibanding di pasaran. Tapi kadang kita perlu berhati-hati karena suka ada penjual online shop yang berbuat curang, dari foto barang yang ia jual akan berbeda jauh dengan aslinya, atau kadang suka ada penjual yang kabur ketika pembeli sudah mentransfer. Jadi, kita juga harus berhati-hati ketika berbelanja di online shop.
Sedangkan dampak negatifnya, dengan adanya media baru maka akan mencemari pikiran muda. Zaman sekarang, teknologi tidak hanya digunakan oleh remaja saja, bahkan cakupannya sudah sampai pada anak dibawah umur. Contohnya adik sepupu saya, ia sangat tergila-gila dengan Ipadnya. Dimanapun dan kapanpun, ia selalu bermain game online di Ipad. Sehingga sangat sedikit sekali waktu berkomunikasi dengan orang tuanya, karena ketika jam makan malam saja, adik sepupu saya disuapi oleh ibunya, tapi tangannya tetap mengotak-atik Ipad. Apalagi dalam game online, suka muncul iklan-iklan yang berbau pornografi, yang tidak patut dikonsumsi oleh anak dibawah umur. Memang, seharusnya orang tua juga harus tegas mengatur waktu kapan anaknya boleh bermain dengan gadget, agar komunikasi dengan orang tua tetap berjalan, bukan malah asyik dengan gadgetnya sendiri. Jika kita gunakan secara bijak, sebenarnya dengan adanya media baru ini akan mempermudah kita untuk mengetahui informasi atau berita paling baru bukan hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri. Ada banyak aplikasi di handphone seperti detikcom, atau kompascom, berisi berita-berita paling update, kalau zaman dulu kita harus berlangganan Koran untuk mendapat berita, atau menonton acara berita di televise, tapi sekarang kira bisa mengakses berita hanya dalam satu kali “klik” saja. Begitu mudah..

Media baru juga memudahkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dimana saja dan kapan saja. Sehingga akhirnya, kemudian muncul istilah virtual community, yaitu sekelompok orang yang memiliki minat yang sama dan kemudian slaing berkumpul dan berinteraksi melalui dunia maya. Istilah ini dicetuskan oleh Rheingold  dalam The Virtual Community. Homesteading on the Electronic Frontier (2000). Rheingold menjelaskan bahwa virtual community memiliki percakapan layaknya komunitas bertatap muka. Virtual community juga dijadikan sebagai ajangnya bertukar informasi, dan sebagai tempat untuk melakukan perdagangan. Dengan adanya kemudahan ini, kita juga bisa memperluas channel pertemanan kita. Tapi, organic community tetap saja lebih baik, karena kita mengenal lebih dekat anggota kelompok kita melalui dunia nyata, bukan hanya dunia maya saja. Apalagi sekarang masih saja ada orang yang iseng membuat identitas palsu, yang kadang merugikan orang banyak.

Penggunaan media baru memang banyak memiliki dampak yang negative, tapi jika kita bijak menggunakannya, maka kita tidak akan mendapat imbasnya. Kita harus bisa memilih mana konten yang baik untuk kita akses, dan mana konten yang buruk. Dan kita bukan hanya menggunakan teknologi dan media itu saja, tapi setidaknya, kita harus menciptakan konten yang berbobot agar dapat bermanfaat untuk orang lain.

We have to be a smart user!


Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. 


Mauliyana Puspa Adityasari (F1C013070)

13 Juli 2014

Sementara itu..

Tolong yakinkan bahwa kamulah orangnya. Aku orang yang apa-apa pake perasaan, ngga pake logika, makanya tolong, jangan mainin perasaan yang aku punya. Menyesal itu selalu datang terakhir, sayang. Selalu ingat itu. Coba pikirkan, kalau tiba-tiba aku sudah capek kelelahan memakai perasaan, lalu aku pakai logikaku untuk berpikir sejenak perlakuan bodoh apa yang udah aku lakuin. Dan kemudian aku menyalahkan diriku sendiri dan berpikir untuk apa bertahan dan berjuang sementara kamu sibuk menerima dan tersenyum lepas, yang padahal aku disini selalu berusaha memperbaiki lukaku sendiri, aku sendiri yang selalu menghapus airmataku, tanpa dibantu sama kamu, entah kamu ngga tau, atau emang ngga mau tau. Tapi aku kayak udah kecanduan, walaupun sesakit itu, kamu tetep jadi orang yang pengen aku temuin setiap hari, apa aku bodoh ya? Coba sedikit ngerti, jangan aku melulu, jangan hanya menerima dan tersenyum, sayang. Aku ngga tau, mungkin kamu tersenyum dalam hati karena udah ngebikin aku segininya sama kamu, bahagia? Semua itu bakal berbalik, sayang. 
Selamat tidur, semoga aku bahagia dan semoga aku sadar.

13 Juli 2013, 02.38 am