Jadi sekarang ini kita berada di era yang semuanya bisa kita
ketahui dalam satu kali “klik”. Ya, teknologi sekarang kian berkembang dan
semakin canggih. Jadi, kita juga dituntut untuk mengerti dan bisa untuk
mengakses teknologi-teknologi itu. Karena sekarang kita sudah memasuki Global
Village, yaitu ketika kita akan dikendalikan oleh teknologi itu sendiri, dan ketika kita
tidak dapat mengenal teknologi, maka kita akan dikucilkan. Bisa kita lihat
sendiri, hampir setiap orang mengakses teknologi, pun mengakses internet, ditambah
semakin beragamnya social media seperti path, instagram, twitter, facebook,
snapchat, ask.fm yang membuat kita semakin betah sama handphone, bahkan hal
pertama yang orang lakukan ketika bangun tidur adalah mengecek handphone, lalu
kita akan merasa kebingungan jika kuota internet di handphone habis, dan zaman sekarang
café itu semakin dicari apabila di café tersebut menyediakan wifi berkecepatan
tinggi dan colokan, yaa…seakan-akan hidup ini tidak akan bisa jika tanpa
teknologi dan internet. Kecanggihan ini terjadi karena sekarang banyak
bermunculan media-media baru, ditambah anak-anak muda zaman sekarang yang tidak
mau ketinggalan zaman, sehingga selalu update masalah-masalah teknologi.
Dalam tulisan
ini, saya akan mengulas ulang chapter “Creating
Community with Media : History, Theories and Scientific Investigations”
dari buku Handbook of New Media : Social
Shaping and Social Consequences of ITC’s. Jadi, chapter ini menceritakan
hubungan antara penggunaan media baru dan masyarakat. Dari mulanya kita hanya
dapat berkomunikasi dengan bertatap
muka, tapi dengan adanya media baru ini, sangat mungkin untuk berkomunikasi
melalui dunia maya tanpa harus bertatap muka. Dengan adanya media baru ini
mempermudah kita dalam segala hal, sehingga cukup jelas bahwa media sangat
berpengaruh untuk kehidupan sosial kita. Tapi kadang, kebanyakan dari kita
belum menggunakan media ini dengan bijak, masih saja ada orang yang tidak
bertanggung jawab yang memanfaatkan teknologi untuk kejahatan, sehingga masih
saja sering terdengar adanya cyber crime.
Sehingga kita perlu memilah konten mana yang positif, dan mana konten yang negative
yang tidak perlu kita konsumsi. Sehingga nilai-nilai positif dalam penggunaan
media baru dapat kita rasakan manfaatnya.
Segala
sesuatu itu tidak selamanya memiliki dampak positif, pasti dilain sisi juga
memiliki dampak yang negative. Hal positif
yang dapat kita ambil dari penggunaan media baru menurut Barlow et al. (1995),
dengan adanya teknologi dan media baru, pelaku penjahatan bisa menghapus
ketidaksetaraan dan kejahatan dalam masyarakat. Saya sempat mengunduh aplikasi
android device manager, yaitu suatu aplikasi untuk melacak handphone kita yang
hilang. Jadi dengan menggunakan GPS, kita akan mendapatkan lokasi dimana handphone
kita berada. Walaupun sejujurnya saya masih kurang paham bagaimana cara
penggunaannya, tapi saya cukup tercengang dengan teknologi yang kian canggih. Kemudian
hal positif yang lain adalah aktif dalam perdagangan. Seperti yang kita lihat
sekarang ini, semakin menjamurnya aktivitas jual beli dalam dunia maya atau
yang sering kita sebut online shop. Saya
termasuk orang yang doyan belanja lewat online shop, karena biasanya
barang-barang online shop sangat beragam, lebih update, dan harganya lebih
murah dibanding di pasaran. Tapi kadang kita perlu berhati-hati karena suka ada
penjual online shop yang berbuat curang, dari foto barang yang ia jual akan
berbeda jauh dengan aslinya, atau kadang suka ada penjual yang kabur ketika
pembeli sudah mentransfer. Jadi, kita juga harus berhati-hati ketika berbelanja
di online shop.
Sedangkan dampak negatifnya, dengan adanya media baru maka
akan mencemari pikiran muda. Zaman sekarang, teknologi tidak hanya digunakan
oleh remaja saja, bahkan cakupannya sudah sampai pada anak dibawah umur. Contohnya
adik sepupu saya, ia sangat tergila-gila dengan Ipadnya. Dimanapun dan
kapanpun, ia selalu bermain game online di Ipad. Sehingga sangat sedikit sekali
waktu berkomunikasi dengan orang tuanya, karena ketika jam makan malam saja,
adik sepupu saya disuapi oleh ibunya, tapi tangannya tetap mengotak-atik Ipad. Apalagi
dalam game online, suka muncul iklan-iklan yang berbau pornografi, yang tidak
patut dikonsumsi oleh anak dibawah umur. Memang, seharusnya orang tua juga
harus tegas mengatur waktu kapan anaknya boleh bermain dengan gadget, agar
komunikasi dengan orang tua tetap berjalan, bukan malah asyik dengan gadgetnya
sendiri. Jika kita gunakan secara bijak, sebenarnya dengan adanya media baru
ini akan mempermudah kita untuk mengetahui informasi atau berita paling baru
bukan hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri. Ada banyak aplikasi di
handphone seperti detikcom, atau kompascom, berisi berita-berita paling update,
kalau zaman dulu kita harus berlangganan Koran untuk mendapat berita, atau
menonton acara berita di televise, tapi sekarang kira bisa mengakses berita
hanya dalam satu kali “klik” saja. Begitu mudah..
Media
baru juga memudahkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dimana saja dan
kapan saja. Sehingga akhirnya, kemudian muncul istilah virtual community, yaitu
sekelompok orang yang memiliki minat yang sama dan kemudian slaing berkumpul
dan berinteraksi melalui dunia maya. Istilah ini dicetuskan oleh Rheingold dalam The Virtual Community. Homesteading on
the Electronic Frontier (2000). Rheingold menjelaskan bahwa virtual community
memiliki percakapan layaknya komunitas bertatap muka. Virtual community juga
dijadikan sebagai ajangnya bertukar informasi, dan sebagai tempat untuk
melakukan perdagangan. Dengan adanya kemudahan ini, kita juga bisa memperluas
channel pertemanan kita. Tapi, organic
community tetap saja lebih baik, karena kita mengenal lebih dekat anggota
kelompok kita melalui dunia nyata, bukan hanya dunia maya saja. Apalagi sekarang
masih saja ada orang yang iseng membuat identitas palsu, yang kadang merugikan
orang banyak.
Penggunaan
media baru memang banyak memiliki dampak yang negative, tapi jika kita bijak
menggunakannya, maka kita tidak akan mendapat imbasnya. Kita harus bisa memilih
mana konten yang baik untuk kita akses, dan mana konten yang buruk. Dan kita bukan
hanya menggunakan teknologi dan media itu saja, tapi setidaknya, kita harus menciptakan
konten yang berbobot agar dapat bermanfaat untuk orang lain.
We have to be a smart user!
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Mauliyana Puspa Adityasari (F1C013070)